Bawaslu RI hingga Bawaslu Lampung telah membeberkan indikator kerawanan pilkada 2024, dengannklasisifikasi tinggi sedang dan rendah. Artinya, demokrasi dalam konteks kedaulatan rakyat dijaga konstitusi berdasarkan negara hukum. "Dalam pemilu salah satu elemen penting adalah electoral justice atau keadilan pemilu,”Kata Singgih kepada media ini, Kamis (29/8) pagi.
Konsep keadilan pemilu, menurut Singgih secara sederhana yakni menjaga kemurnian suara pemilih. Kemurnian hak pilih harus dijaga salah satunya dengan cara menjamin para kandidat yang berkontestasi dalam pemilu telah melalui proses pemilu yang dijamin konstitusi.
Sebagaimana Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 memandatkan pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
“Mandat itu berangkat dari Deklarasi HAM (DUHAM) yakni pemilu diselenggarakan secara periodik dan genuine election, jadi mutlak secara periodik setiap 5 tahun sekali,” ujar Singgih, Kordinator Koalisi Rakyat Trisakti
Alumni Gerakan Mahasiswa 98 ini mengatakan calon yang dipilih harus lahir dari proses pemilu yang genuine atau jujur dan adil dalam rangka menjaga kemurnian suara pemilih.
Singgih, jebolan Fisip UBL mencontohkan perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Sabu Raijua.
"Permohonan pertama yang diajukan ke MK dinyatakan ditolak, tapi kemudian ada bukti baru dan diajukan permohonan kedua,"ujar Singgih.
Dalam konteks Pilkada Serentak 2024, electoral justice atau keadilan pemilu terancam aksi borong parpol oleh kandidat cakada, dorongan adanya kotak kosong berimbas potensi titik rawan pilkada akut.
"Electoral justice, keadilan pemilu di Lampung terancam," pungkas Singgih, Kordinator Koalisi Rakyat Trisakti mengakhiri coffe morning dengan media ini. (nbt)
0 Post a Comment/Comments:
Posting Komentar