HARIANANDALASPOST.ID Hampir setiap pekan, publik dikejutkan dengan kasus-kasus femisida yakni pembunuhan sadis pada perempuan yang disertai kekerasan fisik dan seksual.
Bulan Juli 2024, Lampung heboh atas kejahatan femisida, korbannya Riyas Nuraini (30) ditemukan tewas di tengah kebun jagung di Labuhan Ratu, Lampung Timur, Kamis (18/7/2024) sekitar pukul 10.00 WIB.
Direktur Pusat Studi Wanita (PSW) Lampung Tahura Malagano,SH,MH mengatakan bahwa kejahatan femisida terhadap Riyas Nuraini (30) menunjukan adanya kegagalan negara dalam menciptakan ruang hidup yang aman bagi perempuan serta terjadinya penurunan nilai-nilai sosial di masyarakat
“Kejahatan femisida terhadap Riyas Nuraini (30) menunjukkan sudah semakin terkikisnya nilai-nilai sosial pada pranata sosial mikro dengan melibatkan interaksi yang intens. Biasanya, kasus kekerasan terhadap perempuan dilakukan oleh orang yang dikenal dekat oleh pelaku, kondisi ini juga mengindikasikan ketiadaan nilai atau yang biasa disebut sebagai anomie,” ujar Tahura Malagano,SH,MH kepada jurnalis pada Selasa (30/7).
Tahura Malagano menjelaskan Anomie adalah penyimpangan sosial dimana masyarakat tidak banyak memberikan petunjuk moral kepada individu atau komunitasnya sehingga hilangnya rasa kemanusiaan dan mudah melakukan perilaku sadisme bahkan kepada orang terdekat.
Kasus pembunuhan sadis yang dilakukan laki-laki pada perempuan, termasuk suami pada istri, terjadi karena berbagai faktor, baik dalam skala kecil maupun besar, misalnya seperti kemiskinan, akses layanan dan kondisi kesehatan mental serta faktor kondisi keluarga dan masyarakat di sekitarnya.
“Kasus femisida bukanlah perilaku budaya melainkan resultan dari interaksi sosial anonimitas antar individu yang berinteraksi secara intensif. Motif untuk tindak kekerasan ini bisa apa saja dan bisa saja motif kecil semata, tapi harus dipahami bahwa tindakan kekerasan tersebut merupakan puncak dari rangkaian rasa kesal berkepanjangan antara pelaku dan korban,” ujarnya.
Ada sembilan jenis femisida, dan salah satunya adalah femisida intim, yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh suami, mantan suami atau pacar dan mantan pacar.
Jenis femisida lainnya adalah femisida non-intim yaitu pembunuhan oleh seseorang yang tidak memiliki hubungan intim dengan korban. Ada juga femisida budaya, yaitu pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan demi menjaga kehormatan keluarga atau komunitas.
Direktur PSW Lampung, Tahura Malagano menilai proses penegakan hukum terhadap pelaku dalam kasus pembunuhan (Riyas Nuraini,red) yang dikategorikan sebagai femisida diberikan pasal tambahan. Selain itu proses pemulihan bagi keluarga korban juga menjadi sangat penting.
“Dalam kasus femisida pasangan intim, misalnya, ketika suami membunuh istri, ketika mereka punya anak, sesungguhnya situasi ini menghancurkan kehidupan anak itu, dan juga kehidupan banyak anggota keluarga lainnya yang ditinggalkan,” pungkasnya.
Dikutip dari VOA Indonesia.com, sepanjang 2023, kasus femisida di Indonesia terbanyak adalah femisida intim, yaitu sebanyak 109 kasus; disusul oleh femisida non-intim sebanyak 15 kasus dan bunuh diri akibat kekerasan berbasis gender sebanyak 12 kasus. Jumlah korban terbesar adalah istri, yaitu 72 orang, diikuti oleh pacar (33 orang) dan mantan pacar (9 orang). Motif tertinggi pelaku adalah cemburu, ketersinggungan maskulinitas, kekerasan seksual, dan menolak perceraian atau pemutusan hubungan. (release)