Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki banyak lahan persawahan yang kemudian menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat. Belum lagi didukung dengan kondisi cuaca panas dan hujan serta beriklim tropis yang semakin membuat tanah di Indonesia cocok untuk banyak jenis tanaman.
Meski besar peluang yang dimiliki, sayangnya negara ini masih belum memaksimalkan kesempatan keuntungan di sektor pertanian sebab memang pada dasarnya banyak stigma negatif yang timbul. Salah satunya adalah anggapan bahwa menjadi petani akan menghadapi banyak masalah pertanian.
Benarkah demikian? Mari bersama memahami berbagai masalah pertanian di Indonesia dan solusinya untuk melihat seberapa besar kemungkinan masalah yang muncul.
Masalah Pertanian di Indonesia dan Solusinya
Beberapa tahun belakangan, Badan Pusat Statistik memaparkan data kemampuan Indonesia dalam memproduksi beras mencapai lebih dari 30 ton. Melalui jumlah produksi yang besar ini, mengapa Indonesia masih belum bisa menjadi negara penghasil padi terbesar?
Jawabannya tentu karena adanya beberapa masalah pertanian yang menjamur selalu muncul setiap tahunnya. Agar lebih memahaminya, berikut merupakan ulasan lengkap mengenai masalah pertanian di Indonesia dan solusinya.
1. Krisis Generasi Petani Muda
Masalah yang pertama dan paling terlihat saat ini adalah kurangnya minat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian. Pada praktiknya, Sobat Honda mungkin akan melihat lebih banyak orang tua yang bekerja mengurus lahan persawahan. Rata-rata petani saat ini sebanyak 61% berusia lebih dari 45 tahun.
Para petani yang berpengalaman dengan usia yang lebih tua mampu menghasilkan puluhan ton hasil panen dengan kualitas yang unggul dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat luas.
Bayangkan jika para generasi muda turut andil dalam pengelolaan lahan pertanian dengan ilmu yang lebih mumpuni, tentu hal ini akan memengaruhi pasokan kebutuhan hasil panen yang lebih besar dan kualitas yang lebih baik pula. Bagaimana solusinya? Hal yang paling tepat adalah menyadari pentingnya mewujudkan ketahanan pangan bangsa melalui hasil tani.
Pilihan menjadi petani muda tentu perlu dimulai dari niat dan keinginan dalam hati terlebih dahulu. Selain itu, adanya program modernisasi pertanian juga menjadi ide cemerlang untuk mengubah citra pertanian menjadi sebuah bisnis yang menarik bagi seluruh usia.
2. Dipandang Sebelah Mata
Berbicara soal masalah pertanian, Sobat Honda tidak bisa melupakan stigma pertanian di mata masyarakat luas. Sebagian besar berpikir bahwa sektor ini tidak menghasilkan keuntungan apa pun, kotor, hingga merasa jijik sebab harus berurusan dengan tanah basah dan pupuk. Banyak pula yang menganggap bahwa petani hanya bekerja mencangkul dan mengamati saja.
Pandangan masyarakat terhadap petani tersebut hadir karena melekatnya citra petani sebagai pekerjaan yang hanya dilakukan oleh kalangan kelas menengah ke bawah. Padahal, tak sedikit petani yang memiliki tanah luas dengan hasil panen yang besar dan menguntungkan.
3. Sistem Penjualan Terkadang Merugikan Petani
Hal yang menjadi masalah cukup besar bagi petani adalah sistem penjualan yang terkadang merugikan petani, tetapi menguntungkan para distributor. Padahal hampir sebagian besar hasil pertanian dirawat dan dipanen oleh petani dengan berbagai risikonya seperti wabah penyakit tanaman, cuaca, dan masih banyak lagi.
Hal ini yang semakin mendorong banyak orang untuk tidak memilih pekerjaan sebagai petani. Oleh sebab itu, perlu adanya pemotongan rantai sistem penjualan yang menjatuhkan harga panen. Mulai dengan membelinya dengan harga yang wajar dan menjualnya dengan total keuntungan yang wajar pula. Jadi tidak ada lagi pihak yang akan dirugikan sebab seluruhnya memiliki bagian keuntungan yang hampir setara.
4. Sulitnya Modal Usaha
Dalam dunia pertanian, tidak hanya dibutuhkan ketersediaan lahan saja tetapi juga bibit, pupuk, alat pertanian, dan masih banyak lagi. Tidak semua petani memiliki besaran modal yang cukup untuk menutupi segala kebutuhan pertaniannya.
Namun, bukannya mudah, justru lebih sulit bagi petani mendapatkan bantuan modal usaha sebab usaha tani dianggap tidak dapat memberikan kepastian pendapatan dan bergantung pada kondisi cuaca. Jadi sebagian besar kreditur cenderung menolak memberikan dananya pada para petani.
5. Kurangnya Ketepatan Teknik Budidaya
Tidak dapat dimungkiri bahwa saat ini banyak petani di Indonesia yang melakukan pengolahan lahan pertanian berdasarkan naluri dan pengalamannya saja. Bukan tidak baik, hanya saja hal ini akan lebih baik jika sektor pertanian dikelola dengan ilmu yang mumpuni dan bekal pengetahuan yang lebih luas tentang pertanian.
Sebagai contoh, petani perlu mengenal porsi pupuk yang sesuai dengan takaran angka yang pasti dan perbandingan yang tepat. Hal ini juga berlaku pada pemilihan benih. Untuk menghasilkan produk tani yang berkualitas, tentu dibutuhkan benih yang berkualitas juga. Jika memungkinkan, sangat disarankan untuk memilih benih yang bersertifikat.
Solusi yang tepat mengenai kurang tepatnya teknik budidaya pertanian ini adalah melakukan program pengenalan dan informasi seputar teknik pertanian agar meningkatkan pengetahuan petani yang sebelumnya tidak menerima cukup ilmu pada berbagai teknik. Belakangan ini, program ini diketahui telah berjalan meskipun belum menjangkau seluruh daerah.
6. Alih Fungsi Lahan
Kecilnya pendapatan yang diterima petani tetapi diikuti dengan peningkatan biaya hidup sehari-hari membuat banyak petani lebih memilih untuk menjual sawahnya. Umumnya lahan sawah yang dijual akan dialih fungsikan menjadi bangunan yang bisa berupa rumah, ruko, gedung, atau bangunan lainnya.
Memiliki produktivitas yang tidak terlalu besar dengan lahan yang semakin lama menjadi semakin sempit menyebabkan perekonomian para pelaku usaha tani menjadi semakin menipis. Hal ini tentunya memengaruhi jumlah panen yang didapatkan sebab jika umumnya petani dapat menghasilkan produk panennya dalam jumlah besar, menyempitnya lahan membuat hasil panen menjadi lebih sedikit.