BANDARLAMPUNG (ANDPOST) - Aliansi KERAMAT mendesak Kejaksaan Agung ambil alih kasus Dinas PUPR
Pesawaran jika Kejaksaan Tinggi Lampung tidak mau menindaklanjuti permintaan
Majelis Hakim untuk menyidik ulang BAP milik Sonny Zainhard Utama dan Mursalin
serta Harun Tri Joko pada Perkara Dugaan tindak pidana korupsi pembangunan
gedung lantai 2 dan 3 RSUD Pesawaran.Demikian dikaatakan Sekjen LIPER
Ariefudin,S.Sos, Kamis 2 Juni 2020 melalui sambungan telepon selulernya.
Sudirman Dewa memaparkan bahwa fakta persidangan pada sidang lanjutan
perkara tindak pidana korupsi pembangunan gedung lantai 2 dan 3 RSUD Pesawaran,
yang digelar persidangannya di ruang Bagir Manan, Pengadilan Negeri Tipikor Tanjung
Karang, Kamis (19/3/2020) lalu; Hakim anggota Abdul Gani, meminta kepada jaksa
untuk menyidik ulang BAP milik Sonny Zainhard Utama dan Mursalin, lantaran
keterangan kedua saksi yang jauh berbeda.
Diketahui, dalam sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi
pembangunan gedung lantai 2 dan 3 RSUD Pesawaran, yang digelar persidangannya
di ruang Bagir Manan, Pengadilan Negeri Tipikor Tanjung Karang, Kamis (19/3),
Mursalin dan Sonny Zainhard Utama didudukan bersama di hadapan majelis hakim,
namun keduanya dimintai keterangan secara bergantian, dengan maksud
mengkonfrontir keterangan keduanya lantaran saling berbeda antara satu dengan
yang lain.
Mursalin terlebih dahulu dimintai keterangannya terkait paket proyek
jasa konsultasi yang dibeli oleh terdakwa Juli dari dirinya selaku rekanan,
dengan pemberian mahar fee sebesar Rp300 juta.
Sementara, seusai saksi Mursalin memberikan keterangannya di hadapan
majelis hakim, Sonny Zainhard Utama pun ditanyai terkait keterangan yang
diberikan oleh Mursalin.
"Sepengetahuan dan sepengalaman kami, dalam praktik penyidikan
dikenal istilah BAP Tambahan dan BAP Lanjutan yang dapat diterapkan baik untuk
saksi, ahli maupun tersangka, apabila diperlukan untuk membuat terang dan jelas
duduk perkara pidana tersebut,"ujar Sudirman Dewa, 11 Agustus 2020,
Keterangan tambahan dan/atau lanjutan dari saksi yang kemudian menjadi
tersangka tersebut akan diberkaskan oleh penyidik dan setelah itu berkas
perkara akan dilimpahkan kepada penuntut umum, yang dalam praktik dikenal
dengan istilah “Tahap I” atau dengan sebutan kode P-18, dan selanjutnya
penuntut umum diberikan kesempatan untuk memberikan petunjuk atau yang dikenal
dengan sebutan kode P-19 untuk dilengkapi oleh penyidik
"Namun demikian, apabila perkara pidana tersebut sudah dilimpahkan
ke pengadilan, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 189 KUHAP,"imbuh
Sudirman Dewa.
Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, Sonny Zainhard Utama dan
Mursalin serta Harun Tri Joko belum dapat dikonfirmasi dan atau dimintai
tanggapannya
Padahal menurut Aliansi KERAMAT, kedua orang tersebut sangat layak
untuk dijatuhkan hukuman dan vonis penjara, sebagaimana vonis hukuman 18 bulan
penjara oleh Majelis Hakim terhadap ketiga terpidana lainnya. Ketiga terpidana
tersebut antar lain; Raden Intan selaku PPK kegiatan, Taufiq Urrahman selaku
kontraktor dan Juli selaku konsultan kegiatan.
Sebab dalam sidang gelar perkara sebelumnya serta berdasarkan
keterangan dari sejumlah saksi dan tersangka, nama Sonny dan Mursalin
disebut-sebut ikut serta terlibat dalam konspirasi kasus ini
Apalagi Mursalin sendiri mengaku telah menerima uang fee proyek dari
terpidana Juli sebesar Rp300 juta, yang kemudian uang suap tersebut selanjutnya
diserahkan kepada Sonny.
Lalu berdasarkan keterangan dari sejumlah saksi dalam gelar perkara
persidangan tersebut, akhirnya Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi
Pengadilan Negeri Tanjungkarang memerintahkan agar Jaksa Penuntut Umum (JPU)
untuk melakukan penyidikan ulang terhadap saksi-saksi dan tersangka yang
terlibat dalam kasus ini.
"Dengan demikian, maka dugaan keterlibatan Sonny dan Mursalin
dalam konspirasi kasus ini sangat jelas dan terang," jelas Sudirman Dewa,
ketika dihubungi melalui via telpon seluler.
Untuk itu, lanjut Sudirman Dewa, bahwa berdasarkan Ketentuan Pasal 5 jo. Pasal
12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, baik pelaku pemberi
maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana.
"Kami hanya meminta ketransparan dari pihak Kejati Lampung agar
bersikap dan bertindak secara profesional dan berkeadilan dalam memutuskan
setiap perkara. Sehingga jangan sampai ada anggapan bahwa Pihak Kejati Lampung
tebang pilih," harap Sudirman Dewa.
Selanjutnya ia menegaskan, apabila dalam waktu
yang cukup ternyata Pihak Kejati Lampung tidak segera merespon dan
menindaklanjuti surat tersebut, maka mereka ingin melayangkan surat tebusan
kepada Kejaksaan Agung, Jaswas serta Jamintel RI di Jakarta, untuk meninjau
kinerja pihak Kejati Lampung dalam memutuskan perkara ini.(*)
0 Post a Comment/Comments:
Posting Komentar