Arieffuddin,S.Sos Ketua Umum Jaringan Nelayan Pembudidaya Bayi Lobster Indonesia |
INDONESIA - Kementerian Kelautan dan Perikanan ( KKP) telah memberikan izin ekspor benih lobster kepada 26 perusahaan. Adapun 26 perusahaan disebut Susi memperoleh izin ekspor benih lobster adalah sebagai berikut. PT Samudera Bahari Sukses PT Natura Prima Kultur PT Royal Samudera Nusantara PT Grahafoods Indo Pasific PT Aquatic Lautan Rezeki CV Setia Widata PT Agro Industri Nasional PT Alam Laut Agung PT Gerbang Lobster Nusantara PT Global Samudra Makmur PT Sinar Alam Berkilau PT Wiratama Mitra Mulia UD Bali Sukses Mandiri UD Samudera Jaya PT Elok Monica Group CV Sinar Lombok PT Bahtera Damai Internasional PT Indotama Putra Wahana PT Tania Asia Marina CV Nusantara Berseri PT Pelangi Maritim Jaya PT Maradeka Karya Semesta PT Samudra Mentari Cemerlang PT Rama Putra Farm PT Kreasi Bahari Mandiri PT Nusa Tenggara Budidaya
Disclaimer! Sungguh, saya bukan ahli dalam dunia kelautan, atau ikan-ikan semacamnya. Namun, saya suka mengkaji isu-isu yang sedang viral, dan menganalisa semampunya saja.
Sosok Edhy Prabowo menjadi sorotan minggu-minggu terakhir ini. Salah satu yang menjadi trend di sorot oleh publik adalah kebijakan tentang ekspor benih lobster
Iya, sejenis kepiting yang berwarna merah, kuat, macho, dengan 2 capit yang besar di kanan, kiri, dan bisa dilihat di serial animasi Spongebob Squarepants. Kurang lebih, seperti itulah pegambaran dari si lobster.
Masuk intinya saja, terkadang saya heran dan bingung sendiri, kenapa menjual benih? Apa ndak rugi? Kan lebih enak menjual yang sudah besar toh. Selain nilai jualnya tinggi, dan juga gak merusak ekosistem yang ada.
Coba imajinasikan saja, si baby lobster, masih baru keluar dari rahim ibunya, masih balita pula lalu dijual. Wah, sungguh mulia benar manusia ini.
Emang sih, baik kalau kita banyak ekspor, bisa meningkatkan ekonomi di negara Indonesia. Tapi ndak jual barang yang seharusnya ndak dijual, kasihan.
Mosok, dari 260 juta manusia Indonesia ndak bisa membudidayakan anak-anak lobster tadi? Apalagi, negara kita itu negara maritim, potensial banget, kalau cuman urusan gedhein baby lobster hingga siap kosumsi.
Akh, menurut hemat saya, kurang begitu manfaat deh, kalau menjual benih lobster. Yang ada, rugi buat bangsa kita. Dari sisi nominal juga kurang, dari sisi ekosistem, ya, pasti merusak.
Kenapa kok bisa merusak? Soalnya, ndak ada yang bisa menjamin, jumlah populasi benih lobster yang ada di Negara tercinta ini. Kalau emang benar-benar melimpah ruah, ya, boleh lah di ekspor. Tapi, nyatanya? Kayaknya ndak begitu melimpah ruah. Kasihan juga, menjual bayi-bayi lobster. Bagi pengiat lingkungan hidup, bisa merusak populasi dan ekosistem dari lobster itu sendiri.
Jadi balik ke judul, apa sih, manfaat ekspor benih lobster? Jawabnya, ndak ada ~
Karena itu,ada baiknya pemerintah kembali menggairahkan budi daya lobster di tanah air yang dulu pernah berkembang dan runtuh beberapa tahun terakhir. Adalah benar bahwa secara global produksi lobster dunia hingga kini masih bergantung pada hasil tangkapan. Pada rentang 2010–2016, pangsa perikanan budi daya terhadap produksi lobster dunia stagnan di angka 0,46 persen. Sisanya sebanyak 99,5 persen disumbang dari hasil penangkapan.
Budi daya lobster sebenarnya relatif sederhana, berbiaya rendah dengan jangka waktu 6–7 bulan sejak benih ditebar. Membudidayakan lobster lebih menguntungkan, lebih kecil risikonya, ketimbang melaut menangkap ikan. Pakan lobster juga hanya ikan rucah yang bukan konsumsi manusia, daging siput, serta daging kerang. Boleh dibilang, pakan lobster hanyalah limbah perikanan.
Kendala utama budi daya lobster di Indonesia hanyalah soal modal. Yakni, modal hidup keluarga nelayan selama menunggu panen (Rahardi, 2019). Modal itu hampir pasti tertutupi lantaran keuntungan jual lobster konsumsi amat tinggi. Benih lobster hanya Rp 30 ribu–Rp 50 ribu/kg. Lobster konsumsi dijual Rp 1,4 juta/kg. Bahkan, dari cuitan Susi Pudjiastuti, lobster mutiara Rp 4 juta seberat 0,8 kg.
Berpijak dari hal itu, yang dibutuhkan adalah kebijakan yang berpihak pada nasib nelayan domestik. Pertama, pelarangan penangkapan benih lobster untuk dibudidayakan terbukti menyengsarakan nelayan. Yang diperlukan bukan beleid yang membolehkan penangkapan untuk keran ekspor, tapi penangkapan yang membuka peluang bagi nelayan untuk budi daya. Agar sumber daya lobster tetap lestari, kebijakan kuota penangkapan patut ditimbang.
Kedua, selain akses permodalan, yang tak kalah penting adalah adopsi teknologi budi daya lobster dari riset-riset mutakhir bagi nelayan. Ketiga, mengembangkan pusat pembenihan lobster (hatchery) guna menekan penangkapan sehingga stok di alam terjaga