JAKARTA (Andpost)- Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (DPP REI) Paulus Totok Lusida mengatakan, lebih dari 5.000 pengembang rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) berhenti beroperasi.
“Lebih dari 5.000 perusahaan pengembang kecil berhenti operasi karena belum adanya harga baru rumah sederhana bersubsidi pada 2019,” ujar Totok, Kamis (25/4/2019).
Setelah infrastruktur, pemerintahan terpilih harus fokus pada investasi dan ekspor
Kementerian PUPR sebut beleid kenaikan rumah subsidi segera terbit
Mereka menghentikan operasinya karena masih menunggu keputusan harga baru rumah subsidi yang menurut Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kementerian PUPR Eko Heri Djulipoerwanto tinggal diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Akibat belum terbitnya keputusan tersebut, kata Totok, banyak pihak yang dirugikan. Terutama pengembang, dan tentu saja konsumen. “Pengembang bikin perjanjian dengan pembeli. Kalau setuju dengan harga baru, rumahnya jadi dibeli. Tapi kalau harga baru belum keluar juga, pengembang dan pembeli sama-sama resah, transaksi bakal tertunda,” ucap Totok.
Kerugian yang diakibatkan oleh penundaan transaksi ini, bisa mencapai nilai triliunan Rupiah. Karena masa tunggu menjadi tidak jelas.
Totok merinci, membangun satu rumah subsidi memakan waktu rata-rata tiga hingga empat bulan. Sementara pengembang REI sanggup membangun sekitar 40.000 rumah per bulan. "Jika harga rumah Rp 150 juta per unit, artinya sebulan ada Rp 6 triliun," sebut Totok.
Untuk itu, Totok, mendesak pemerintah segera menuntaskan masalah harga baru rumah subsidi. "Kami dituntut mendukung Program Sejuta Rumah, tapi dukungan regulasi hingga saat ini belum ada. Padahal, dijanjikan 1 April keputusan harga baru keluar," tegas Totok.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kementerian PUPR Eko Heri Djulipoerwanto mengatakan bahwa peraturan tentang kenaikan harga rumah subsidi akan diselesaikan pada April 2019.
Pembahasan regulasi itu melibatkan tiga kementerian, yaitu Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Namun, penetapan kebijakan harga baru rumah subsidi masih menunggu persetujuan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
"Harga baru tunggu proses administrasi. Kalau di Kemenkumham harmonisasi proses itu sudah selesai. Sekarang tinggal penandatanganan PMK saja. Kita semua berdoa semoga bulan ini," ucap Eko di Jakarta, Senin (22/4/2019). PMK itu juga nantinya dijadikan landasan untuk pembebasan pajak rumah subsidi.(SUMBER : https://industri.kontan.co.id)