BANDARLAMPUNG (Andpost) - Draft Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Lampung tentang Sumbangan dan Pungutan Pendidikan bertentangan dengan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Terkait hal ini, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Lampung mendesak TPAD Kejati Lampung dan Ombudsman melakukan lidik terhadap agenda tersembunyi Pemerintah Provinsi Lampung melalui dinas pendidikan dan OPD terkait lainnya terkait pungutan biaya pendidikab.
" Kami berharap TPAD Kejati dan Ombudsman melakukan pemanggilan dan meminta keterangan Kadisdik Provinsi Lampung. Disinyalir Draft Pergub ini hanyalah proyek belaka, diduga juga "titipan proyek perda, sehingga hasilnya asal jadi, menabrak permendikbud," kata Direktur Elsam Lampung, Singgih Andaluciano, kemarinq
Diberitakan sebelumnya, Asisten Ombudsman Lampung Bidang Pemeriksaan Laporan Shintya Gugah A.T mengingatkan Pemprov Lampung dalam menyusun Pergub agar tidak bertentangan dengan peraturan diatasnya.
Hal itu terungkap pada Uji Publik Peraturan Gubernur Lampung tentang Pungutan Biaya Pendidikan pada SMA, SMK dan SLB di Provinsi Lampung dan Peraturan Gubernur tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendanaan Pendidikan pada Satuan Pendidikan Menengah Negeri dan Pendidikan Khusus Negeri Provinsi Lampung di Aula Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Selasa (5/3).
Menurut Shintya, ada beberapa pasal dalam draft Peraturan Gubernur tersebut yang perlu dikaji lagi yaitu pada Pasal 6 ayat 1 draft Pergub tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendanaan Pendidikan yang intinya terdapat penetapan besaran sumbangan peran serta masyarakat dalam pendanaan pendidikan yang berdasarkan hasil musyawarah mufakat antara satuan pendidikan dan orang tua/wali.
“Di PP (Peraturan Pemerintah) No. 48 Tahun 2008 dan diperkuat dengan Permendikbud 75 Tahun 2016 tentang Komite, yang namanya sumbangan itu tidak wajib. Jadi tidak mengikat, serta jelas tidak ditetapkan besarannya dan jangka waktu pembayarannya kapan,” katanya, Kamis (7/3).
Bahkan ada beberapa redaksional juga yang menurut Shintya harus di perbaiki. Seperti, penyebutan kalangan miskin bagi siswa atau orang tua wali murid yang kurang mampu secara ekonomis.
Sedangkan pada draft Peraturan Gubernur tentang pungutan biaya pendidikan pada SMA, SMK dan SLB di Provinsi Lampung juga menjadi perhatian pihaknya karena hal tersebut juga harus diakomodir dalam Pergub.
“Pada Pasal 11 ayat (4) misalnya, di draft ini dikatakan apabila satuan pendidikan menerapkan sistem subsidi silang, maka pungutan yang dibebankan pada siswa kurang mampu dialihkan ke siswa yang dikategorikan mampu, hal ini bertentangan dengan Pasal 52 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, karena subsidi silang bukan pilihan melainkan kewajiban pihak sekolah ketika melakukan pungutan,” ujarnya.
Pihaknya kembali menekankan agar dapat dibedakan antara pungutan dan sumbangan, serta syarat-syarat pemungutan harus diperhatikan yang boleh dilakukan hanya untuk menutupi kekurangan dana dan tertuang dalam renstra, jadi tidak bisa tiba-tiba dilakukan tanpa Renstra yang sudah ditetapkan.
Serta menambahkan lampiran format pertanggungjawaban pengeluaran dana pungutan agar akuntabel sehingga dapat dimintai pertanggungjawabannya dan segera mengatur SOP tentang mekanisme pemungutan oleh satuan pendidikan.
“Pengaturan SOP itu agar pungutan tidak sembarangan misalnya ada hal-hal yang tidak boleh dibebankan pada orang tua/wali murid terkait penyelenggaraan UNBK, dan sebagainya,” pungkasnya (rls/red)
Terkait hal ini, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Lampung mendesak TPAD Kejati Lampung dan Ombudsman melakukan lidik terhadap agenda tersembunyi Pemerintah Provinsi Lampung melalui dinas pendidikan dan OPD terkait lainnya terkait pungutan biaya pendidikab.
" Kami berharap TPAD Kejati dan Ombudsman melakukan pemanggilan dan meminta keterangan Kadisdik Provinsi Lampung. Disinyalir Draft Pergub ini hanyalah proyek belaka, diduga juga "titipan proyek perda, sehingga hasilnya asal jadi, menabrak permendikbud," kata Direktur Elsam Lampung, Singgih Andaluciano, kemarinq
Diberitakan sebelumnya, Asisten Ombudsman Lampung Bidang Pemeriksaan Laporan Shintya Gugah A.T mengingatkan Pemprov Lampung dalam menyusun Pergub agar tidak bertentangan dengan peraturan diatasnya.
Hal itu terungkap pada Uji Publik Peraturan Gubernur Lampung tentang Pungutan Biaya Pendidikan pada SMA, SMK dan SLB di Provinsi Lampung dan Peraturan Gubernur tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendanaan Pendidikan pada Satuan Pendidikan Menengah Negeri dan Pendidikan Khusus Negeri Provinsi Lampung di Aula Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Selasa (5/3).
Menurut Shintya, ada beberapa pasal dalam draft Peraturan Gubernur tersebut yang perlu dikaji lagi yaitu pada Pasal 6 ayat 1 draft Pergub tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendanaan Pendidikan yang intinya terdapat penetapan besaran sumbangan peran serta masyarakat dalam pendanaan pendidikan yang berdasarkan hasil musyawarah mufakat antara satuan pendidikan dan orang tua/wali.
“Di PP (Peraturan Pemerintah) No. 48 Tahun 2008 dan diperkuat dengan Permendikbud 75 Tahun 2016 tentang Komite, yang namanya sumbangan itu tidak wajib. Jadi tidak mengikat, serta jelas tidak ditetapkan besarannya dan jangka waktu pembayarannya kapan,” katanya, Kamis (7/3).
Bahkan ada beberapa redaksional juga yang menurut Shintya harus di perbaiki. Seperti, penyebutan kalangan miskin bagi siswa atau orang tua wali murid yang kurang mampu secara ekonomis.
Sedangkan pada draft Peraturan Gubernur tentang pungutan biaya pendidikan pada SMA, SMK dan SLB di Provinsi Lampung juga menjadi perhatian pihaknya karena hal tersebut juga harus diakomodir dalam Pergub.
“Pada Pasal 11 ayat (4) misalnya, di draft ini dikatakan apabila satuan pendidikan menerapkan sistem subsidi silang, maka pungutan yang dibebankan pada siswa kurang mampu dialihkan ke siswa yang dikategorikan mampu, hal ini bertentangan dengan Pasal 52 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, karena subsidi silang bukan pilihan melainkan kewajiban pihak sekolah ketika melakukan pungutan,” ujarnya.
Pihaknya kembali menekankan agar dapat dibedakan antara pungutan dan sumbangan, serta syarat-syarat pemungutan harus diperhatikan yang boleh dilakukan hanya untuk menutupi kekurangan dana dan tertuang dalam renstra, jadi tidak bisa tiba-tiba dilakukan tanpa Renstra yang sudah ditetapkan.
Serta menambahkan lampiran format pertanggungjawaban pengeluaran dana pungutan agar akuntabel sehingga dapat dimintai pertanggungjawabannya dan segera mengatur SOP tentang mekanisme pemungutan oleh satuan pendidikan.
“Pengaturan SOP itu agar pungutan tidak sembarangan misalnya ada hal-hal yang tidak boleh dibebankan pada orang tua/wali murid terkait penyelenggaraan UNBK, dan sebagainya,” pungkasnya (rls/red)