Umarsyah HS, Calon DPD RI Nomor 44 |
Daya tawar petani Indonesia dengan pasar bisa dibilang lemah. Tengkulak mengambil keuntungan dari kondisi ini dengan cara menekan harga
Problem petani Indonesia adalah karena lahannya yang kecil dan tingkat keekonomisan yang belum maksimal. Dengan skala kecil begitu menyebabkan nilai tawar petani berhadapan dengan pasar juga tidak seberapa. Berbeda jika skala itu diperbesar. Caranya dengan menghimpun petani dalam sebuah wadah bisnis yang dikelola secarfa profesional.
Kita tahu karena terpisah-pisah daya tawar petani berhadapan dengan pasar akhirnya tidak maksimal. Tengkulak mengambil keuntungan dari kondisi ini dengan cara menekan harga beli produksi. Mereka juga mengikat petani dengan memberi pinjaman dengan bunga tinggi. Akibatnya petani hidup dalam lingkaran setan.
Kondisi terpecah dan terpisah inilah yang dilihat Presiden Jokowi.
Untuk itul, Presiden Jokowi menyarankan petani-petani kita dapat bergabung dalam sebuah wadah besar yang bekerja secara profesional. Menyambut usulan itu beberapa kementerian antara lain Kementrian BUMN, Kementerian Desa dan Kementerian Pertanian serta Pemerintah Daerah menginisiasi terbentuknya sebuah wadah yang dinamakan Mitra BUMDes Bersama (MBB). Dalam wadah itu juga petani diharapkan dapat bergabung dan memetik manfaat.
Untuk saat ini, MBB bisa dimanfaatkan petani untuk mengemas berasnya dan menjualnya dalam kemasan plastik. Ini akan memotong rantai pemasaran sehingga petani bisa langsung mengakses pasar dengan bantuan MBB. Dengan demikian harga yang didapat petani lebih maksimal. Dengan kata lain proyek kerjasama komunitas ini akan membuat petani memiliki akses pasar.
BAGAIMANA CARA KERJANYA?
PT Telkom yang terlibat dalam proyek ini membuat aplikasi yang akan menjadikan semua data tentang pertanian terkumpul menjadi satu. Terus terang, persoalan data pertanian ini seringkali menjadi masalah. Ketidakjelasan data mengakibatkan banyak petani terkecoh untuk memilih jenis tanaman yang akan diproduksi hingga mengakibatkan harganya jatuh ketika panen raya terjadi.
Kedua, ketiadaan data memadai juga menyebabkan pemerintah salah mengambil keputusan impor pangan. Artinya dengan adanya data pertaian terintegrasi dan update banyak permasalahan akan lebih cepat menyelesaiannya.
Aplikasi yang dibuat PT Telkom ini memang pad akhirnya ditujukan untuk sebuah usaha besar digitalisasi pertanian. Bagi petani sendiri aplikasi ini bisa dipakai untuk mengakses layanan BUMN di empat masa yaitu masa pra tanam, tanam, panen dan pasca panen.
Sedangkan bagi Telkom, melalui dashboard yang terhubung ke aplikasi akan bisa mengakses berbagai data profil petani dan informasi penting lainnya. Hasilnya adalah berupa data besar yang bisa dioleh menjadi data profil serta riwayat lahan pertanian.
Untuk masa pratanam misalnya, petani bisa memanfaat kredit yang disiapkan oleh bank BUMN seperti BRI, BNI, BTN dan Mandiri. Selain itu petani juga bisa menghindari resiko dengan memanfaatkan asuransi gagal panen yang bisa diikuti.
Ada juga layanan berupa distribusi pupuk, penyediaan benih, hingga pendampingan dari PT Pupuk Indonesia dan PT Permodalan Nasional Madani. Sedangkan pasca panen, petani dapat mengakses layanan penjualan hasil tani dan distribusi hasil tani yang difasilitasi Perum Bulog. Semua layanan ini dapat diakses melalui MBB.
Harus diakui masalah pangan di Indonesia saat ini memang berkenaan dengan data yang sering kali meleset. Misalnya data panen, besaran wilayah dan sebagainya. Akibatnya sering terjadi fluktuasi harga yang tidak menentu yang kadang-kadang merugikan petani sendiri. Nah, melalui aplikasi ini petani bisa memanfaatkan informasi untuk merencanakan proses produksinya.
Misalnya aplikasi Logitik Tani (Logtan) isinya berupa data-data real patani, luas lahan, rencana tanam, hingga penyaluran program pemerintah kepada petani dan berbagai indentifikasi lainnya. Datanya bisa dimanfaatkan sebagai analisa, mengetahui korelasi cuaca dengan rencana tanam, ketepatan pupuk, sensor tanah hingga akurasi prediksi panen.
Program ini secara keseluruhan mewujudkan peningkatan kesejahteraan petani dengan mengumpulkannya dalam kelompok besar yang terintegrasi dengan MBB. Sementara untuk komunikasinya petani dapat memanfaatkan data digital yang aplikasinya disiapkan oleh PT Telkom tersebut.
“Pertanian kita harus dikelola layaknya sebuah korporat besar dengan seluruh petani tergabung di dalamnya,” ujar Presiden Jokowi, ketika meresmikan program kewirausahaan dan digitalisasi pertanian di Indramayu, Jawa Barat.
“Ini adalah sebuah contoh pertama yang akan saya ikuti, saya lihat, selama enam bulan ke depan. Kalau ini berjalan dengan baik, kita akan lakukan di seluruh Tanah Air dalam mengorganisasi petani. Karena setelah kita pelajari, keuntungan terbesar dari pertanian itu didapat bukan dari pratanam, atau saat menanam, tetapi yang paling banyak adalah di pascapanennya,” ujar Presiden.
Proses digitalisasi pertanian sendiri telah dijalankan sebagai pilot project di Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sejak Maret 2017. Total ada sekitar 7.000 petani terdaftar, dengan luas lahan totalnya mencapai 4.000 hektar.
Tampaknya Presiden Jokowi sedang mendorong sektor pertanian di Indonesia untuk bergerak lebih modern. Penggunaan teknologi digital dan pembentukan MBB akan membuat daya tawar petani meningkat secara signifikan. “Pangan adalah kebutuhan paling penting bagi dunia masa depan. Jadi kita harus menyiapkan diri dengan baik,” ujar Presiden.