DR.ANDI SURYA, Ketua Yayasan Universitas Mitra Lampung
Kehidupan manusia
dikelilingi oleh budaya, hal ini disebabkan karena manusia selalu berupaya mempertahankan
eksistensinya dalam kehidupan yang mengharuskannya selalu bersinggungan dengan lingkungan sekitar,
baik lingkungan fisik dan non fisik. Proses pembentukan budaya
berlangsung berabad-abad dan teruji sehingga membentuk suatu komponen
yang handal, terbukti dan diyakini dapat membawa kesejahteraan lahir dan batin. Komponen inilah yang disebut
dengan jati diri.
Di dalam jati diri terkandung kearifan lokal (local wisdom) yang
merupakan hasil dari Local Genius dari berbagai suku bangsa, kearifan lokal inilah seharusnya
dirajut dalam satu kesatuan kebudayaan (Culture) untuk mewujudkan
suatu bangsa yaitu, Bangsa Indonesia. Budaya dilahirkan beribu tahun yang
lalu sejak manusia ada
di Bumi. Kebiasaan yang bagai telah menjadi dan membentuk perilaku manusia tersebut diwariskan
dari generasi ke generasi selanjutnya.
Budaya itu sendiri merupakan suatu produk dari akal budi
manusia, setidaknya apabila dilakukan pendekatan secara etimologi. Budaya dalam
hal ini disebut kebudayaan
sangat erat kaitannya dengan masyarakat. Dalam pergiliran budaya antar generasi
ini dibutuhkan adanya
generasi perantara yang sudah mampu melakukan pemahaman dari generasi tua dan mampu
mengkomunikasikan kedalam bahasa yang ringan dan mudah dimengerti oleh generasi selanjutnya.
Derasnya arus globalisasi, modernisasi dan ketatnya puritanisme dikhawatirkan
dapat mengakibatkan terkikisnya rasa kecintaan terhadap kebudayaan lokal.
Sehingga kebudayaan lokal yang merupakan warisan leluhur
terinjak-injak oleh budaya asing, tereliminasi di kandangnya sendiri dan
terlupakan oleh para pewarisnya, bahkan banyak pemuda yang tak mengenali
budaya daerahnya sendiri. Mereka cenderung lebih bangga dengan karya-karya asing, dan gaya
hidup yang kebarat-baratan dibandingkan dengan kebudayaan lokal di
daerah mereka sendiri. Slogan “aku cinta produk lokal. aku cinta buatan Indonesia”
sepertinya hanya menjadi ucapan belaka, tanpa ada aplikasi nyata yang mendukung
pernyataan tersebut. Penggunaan bahasa asing di media massa dan media
elektronik bukan tidak mungkin menyebabkan kecintaan pada nilai budayalokal perlahan
memudar. Padahal, bahasa sebagai alat dalam menyampaikan pembelajaran sangat besar pengaruhnya
terhadap pembentukan karakter pemuda.
Tidak ada lagi tradisi yang seharusnya terwariskan dari generasi
sebelumnya. Modernisasi mengikis budaya lokal menjadi kebarat-baratan, sedangkan puritanisme
sering menganggap budaya sebagai praktik sinkretis yang harus dihindari. Menurut penulis,
sepanjang tidak bertentangan dengan norma, budaya lokal harus
selalu dipertahankan untuk memperkuat karakter anak bangsa.Padahal, jika kita memahami,
kebudayaan lokal di daerah tidak kalah saing dengan budaya-budaya asing yang
belum kita kenal. Negara asing
saja mau berselisih untuk mengakui budaya kita.
Bukankah seharusnya kita bangga dengan budaya lokal
yang telah diwariskan kepada kita generasi pelurus perjuangan bangsa? Dengan keadaan yang
seperti ini perlu ditanamkan nilai-nilai nasionalisme kepada para pemuda
untu meningkatkan
kecintaan pemuda terhadap kebudayaan lokal. Maka, sangat diperlukan langkah
strategis untuk meningkatkan
rasa cinta dan peduli terhadap kearifan budaya lokal kepada para pemuda.
Kebudayaan lokal merupakan kebudayaan yang sangat dijunjung tinggi
oleh masyarakat adat. Namun yang terjadi pada pemuda sangat berbeda dengan apa yang kita
pahami tentang kebudayaan lokal, bahkan kebudayaan itu sudah terkikis dan tergantikan oleh
budaya asing yang sama sekali tidak kita pahami.
Agar eksistensi
budaya tetap kukuh, maka kepada generasi penerus dan pelurus perjuangan bangsa
perlu ditanamkan rasa
cinta akankebudayaanlokal khususnya di daerah. Salah satu cara yang dapat
ditempuhdi sekolah adalah
dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kearifan budaya lokal dalam
proses pembelajaran, ekstra kurikuler, atau kegiatan kesiswaan di
sekolah. Misalnya dengan mengaplikasikan secara optimal Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Budaya
Lokal.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia
insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders)
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan
mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan
lingkungan sekolah.
Karakter merupakan
nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Karakter merupakan
representasi identitas seseorang yang menunjukkan ketundukannya pada aturan
atau standar moral yang berlaku dan merefleksikan pikiran, perasaan dan
sikap batinnya yang termanifestasi dalam kebiasaan berbicara,
bersikap dan bertindak.
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya mendorong para
pelajar tumbuh dan berkembang dengan kompetensi berfikir dan
berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral dalam hidupnya serta mempunyai
keberanian melakukan yang benar, meskipun dihadapkan pada berbagai
tantangan.
Pendidikan karakter tidak terbatas pada transfer pengetahuan mengenai
nilai-nilai yang baik, tetapi menjangkau bagaimana memastikan
nilai-nilai tersebut tetap tertanam dan menyatu dalam pikiran serta
tindakan. Kearifan lokal merupakan akumulasi dari pengetahuan dan kebijakan yang
tumbuh dan berkembang dalam sebuah komunitas yang
merepresentasikan perspektif teologis, kosmologis dan sosiologisnya.
Upaya membangun karakter pemuda berbasis kearifan budaya lokal
sejak dini melalui jalur pendidikan dianggap sebagai langkah yang
tepat. Sekolah merupakan lembaga formal yang menjadi peletak dasar
pendidikan.
Pendidikan di Sekolah merupakan bagian dari system pendidikan nasional yang
memiliki peranan yang amat penting dalam meningkatkan sumber daya
manusia.
Melalui pendidikan di Sekolah diharapkan akan
menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Jika menilik pada tujuan pendidikan
nasiona, maka manusia yang berkualitas tidak hanya terbatas pada tataran
kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotor.Pada praktiknya, mata
pelajaran muatan lokal dipandang merupakan pelajaran kelas
nomor dua dan hanya dianggap sebagai pelengkap. Sekolah-sekolah menerapkannya sebatas formalitas
untuk memenuhi tuntutan kurikulum yang dituangkan dalam berbagai peraturan. Kondisi demikian mengindikasikan aplikasi pengajaran muatan lokal
di sekolah masih mengambang. Persoalannya adalah bagaimana
penerapan konsep pendidikan karakter yang sudah dimasukkan ke dalam kurikulum
tersebut
Hal penting yang mendasari pendidikan karakter di sekolah adalah
penanaman nilai karakter bangsa tidak akan berhasil melalui
pemberian informasi dan doktrin belaka. Karakter bangsa yang berbudi luhur, sopan santun,
ramah tamah, gotong royong, disiplin, taat aturan yang berlaku dan sebagainya,
perlu metode pembiasaan dan keteladanan dari semua unsur pendidikan di sekolah.
Semua stakeholder pendidikan diharapkan andilnya
dalam memberikan kontribusi nyata terhadap pelestarian kebudayaan lokal di
daerah khusunya bagi kalangan pemuda sebagai penerus budaya bangsa.
Pemberian pengarahan dan penghargaan kepada para guru juga
dianggap perlu dalam upaya memotivasi dan meningkatkan pemahaman
para guru dalam mengaplikasikan serta memberikan teladan mengenai pendidikan
karakter berbasis kearifan budaya lokal.
Contoh implementasi kecil yang dapat kita realisasikan di sekolah
misalnya dengan mengadakan kegiatan-kegiatan kesiswaan yang
menekankan pada pengenalan budaya lokal yang isi dan media penyampaiannya
dikaitkan dengan lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan
pembangunan daerah setempat yang perlu diajarkan kepada para pemuda. Pengadaan
sanggar seni budaya di
sekolah-sekolah sebagai sarana merealisasikan bakat juga sebagai hiburan para
pelajar, juga dipandang perlu untuk meningkatkan pengetahuan dan
kecintaan para pemuda pada kebudayaan lokal di daerahnya sendiri. Selain itu, penggunaan bahasa lokal dipandang perlu diaplikasikan
paling tidak satu hari dalam enam hari proses pembelajaran di
sekolah.
Disamping itu, diharapkan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler
berbasis kebudayaan lokal
mulai diadakan di sekolah-sekolah. Kegiatan seperti perlombaan majalah dinding
sekolah, dengan isi yang menekankan pada pengenalan budaya lokal, lomba cerdas
cermat antar pelajar mengenai lingkungan
sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah setempat,
dan sebagainya. Pendirian komunitas pemuda peduli budaya juga dapat
menjadi inovasi dan memberikan motivasi bagi para pemuda dalam menerapkan
pendidikan karakter berbasis kearifan budaya lokal. Disamping itu,
tradisi-tradisi yang menekankan pada kegotong royongan
dianggap perlu diaplikasikan dan disisipkan pada kegiatan-kegiatan kesiswaan di
sekolah.
Kemudian, untuk mendukung proses pembelajaran para pemuda terhadap
sejarah dan kebudayaan lokal, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
sebaiknya dapat bekerja sama dengan Dinas Pendidikan untuk mendirikan
museum sejarah kebudayaan dan wahana handicraft yang berisikan pernak-pernik
kerajinan tangan hasil karya pemuda.
Selain untuk memperkenalkan kebudayaan lokal terhadap kaum pemuda,
pendidikan karakter berbasis kearifan budaya lokal juga memiliki
tujuan mengubah sikap dan juga perilaku sumber daya manusia yang ada
agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan
di masa yang akan datang.
Manfaat dari penerapan budaya yang baik juga dapat meningkatkan
jiwa gotong royong, kebersamaan, saling terbuka satu sama lain,
menumbuhkembangkan jiwa kekeluargaan, membangun komunikasi yang
lebih baik, serta tanggap dengan perkembangan dunia luar. Budaya merupakan source yang takkan habis apabila dapat
dilestarikan dengan optimal. Selain itu, apabila negara
menginginkan profit jangka panjang, alternatif jawabannya adalah lestarikan
budaya dengan menggunakan
potensi yang dimiliki pemuda tentunya tanpa melupakan peran serta golongan tua.
Saatnya kita memperkenalkan dan menerapkan kembali kebudayaan
lokal kita yang telah lama terlupakan dan meninggalkan
budaya asing yang sejatinya sangat tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Kenapa
kita mesti malu mengakui budaya sendiri, sedangkan bangsa asing saja mau
berselisih untuk mengakui budaya kita dan memperkenalkannya kepada
dunia sebagai budaya mereka? Jadi, bukankah kita mestinya bangga dengan apa yang
kita miliki dan memperlihatkan kepada dunia bahwa inilah budaya daerahku. (^
DR.ANDI SURYA, Ketua Yayasan Universitas Mitra Lampung |
Bukankah seharusnya kita bangga dengan budaya lokal yang telah diwariskan kepada kita generasi pelurus perjuangan bangsa? Dengan keadaan yang seperti ini perlu ditanamkan nilai-nilai nasionalisme kepada para pemuda untu meningkatkan kecintaan pemuda terhadap kebudayaan lokal. Maka, sangat diperlukan langkah strategis untuk meningkatkan rasa cinta dan peduli terhadap kearifan budaya lokal kepada para pemuda.
Agar eksistensi budaya tetap kukuh, maka kepada generasi penerus dan pelurus perjuangan bangsa perlu ditanamkan rasa cinta akankebudayaanlokal khususnya di daerah. Salah satu cara yang dapat ditempuhdi sekolah adalah dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kearifan budaya lokal dalam proses pembelajaran, ekstra kurikuler, atau kegiatan kesiswaan di sekolah. Misalnya dengan mengaplikasikan secara optimal Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Budaya Lokal.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Karakter merupakan representasi identitas seseorang yang menunjukkan ketundukannya pada aturan atau standar moral yang berlaku dan merefleksikan pikiran, perasaan dan sikap batinnya yang termanifestasi dalam kebiasaan berbicara, bersikap dan bertindak.
Disamping itu, diharapkan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler berbasis kebudayaan lokal mulai diadakan di sekolah-sekolah. Kegiatan seperti perlombaan majalah dinding sekolah, dengan isi yang menekankan pada pengenalan budaya lokal, lomba cerdas cermat antar pelajar mengenai lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah setempat, dan sebagainya. Pendirian komunitas pemuda peduli budaya juga dapat menjadi inovasi dan memberikan motivasi bagi para pemuda dalam menerapkan pendidikan karakter berbasis kearifan budaya lokal. Disamping itu, tradisi-tradisi yang menekankan pada kegotong royongan dianggap perlu diaplikasikan dan disisipkan pada kegiatan-kegiatan kesiswaan di sekolah.
Manfaat dari penerapan budaya yang baik juga dapat meningkatkan jiwa gotong royong, kebersamaan, saling terbuka satu sama lain, menumbuhkembangkan jiwa kekeluargaan, membangun komunikasi yang lebih baik, serta tanggap dengan perkembangan dunia luar. Budaya merupakan source yang takkan habis apabila dapat dilestarikan dengan optimal. Selain itu, apabila negara menginginkan profit jangka panjang, alternatif jawabannya adalah lestarikan budaya dengan menggunakan potensi yang dimiliki pemuda tentunya tanpa melupakan peran serta golongan tua.
Saatnya kita memperkenalkan dan menerapkan kembali kebudayaan lokal kita yang telah lama terlupakan dan meninggalkan budaya asing yang sejatinya sangat tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Kenapa kita mesti malu mengakui budaya sendiri, sedangkan bangsa asing saja mau berselisih untuk mengakui budaya kita dan memperkenalkannya kepada dunia sebagai budaya mereka? Jadi, bukankah kita mestinya bangga dengan apa yang kita miliki dan memperlihatkan kepada dunia bahwa inilah budaya daerahku. (^