BANDARLAMPUNG (ANDPOST) - Sejumlah pemangku kepentingan anti korupsi termasuk kejaksaan di Provinsi Lampung segera menindaklanjuti dugaan penyimpangan miliaran rupiah belanja hibah dan belanja bantuan sosial di Pemerintah Kabupaten Way Kanan, sejak 2013 hingga 2019 yang diduga melibatkan kepala satuan kerja sehingga khususnya bendahara dengan modus manipulasi laporan keuangan dan proposal fiktif.
Seperti diketahui pada TA 2013, satuan kerja pengelola keuangan daerah (SKPKD) telah menganggarkan belanja bantuan sosial (bansos) sebesar Rp7.500.000.000,00, dengan realisasi sebesar Rp3.938.500.000,00 atau 52,51%. Sementara, pada TA 2018, Pemkab Way Kanan menganggarkan belanja hibah dan belanja bantuan sosial sebesar Rpl4.072.024.000,00 dan Rp3.900.000.000,00 dengan realisasi sebesar Rp 13.069.067.000,00 (92,87%) dan Rp3.878.000.000,00 (99,46%). Laporan Hasi I Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemkab Way Kanan TA 2017 Nomor 21C/LHP/XVIII.BLP/05/2018 tanggal 24 Mei 2018.
Tentu tindakan ini sangat menyimpang dari Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hi bah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2018
Juga indikasi melanggar PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan SAP), pada Buletin Teknis Nomor 13 tentang Akuntansi Hibah Bab IV yang menyatakan seluruh Belanja Hibah bersifat terencana. Belanja hibah yang direncanakan telah melalui proses perencanaan dan penganggaran serta tertuang di dalam APBN
Terkait hal ini, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mitra Indonesia menuturkan Jaksa dapat menindaklanjutinya sesuai kesepakatan bersama antara BPK dan Kejaksaan Agung RI Nomor : 01/KB/I-VIII.3/07/2007 dan Nomor : KEP-071/A/JA/07/2007 Tentang tindak lanjut penegakan hukum terhadap hasil pemeriksaan BPK yang diduga mengandung unsur tindak pidana, disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) apabila dalam pemeriksaan BPK terungkap hal-hal yang diduga mengandung unsur tindak pidana,
"Maka BPK sesuai kewenangannya menyerahkan hasil pemeriksaan kepada penegak hukum,termasuk Kejaksaan Agung,"kata Tahura Malagano,SH,MH kepada redaksi melalui sambungan telepon selulernya, Senin 29 Juni 2020.
Sayangnya, sejumlah pejabat termasuk DPRD Kabupaten Way Kanan enggan mengomentari masalah ini, termasuk bendahara BPKAD kabupaten setempat. Padahal, sesuai hasil penelusuran data dan informasi masyarakat bahwa pada periode 2017 hingga 2018 terdapat belanja hibah yang terealisasi namun tidak ditetapkan dalam SK kepala daerah, yaitu belanja bantuan kepada anggota masyarakat sebesar Rp400.000.000,00.
"Ternyata itu merupakan bantuan santunan kematian bagi penduduk Kabupaten Way Kanan TA 2018 yang dibayarkan secara tunai. Santunan kematian bagi penduduk telah dianggarkan pada DPA perubahan Belanja bantuan sosial-organisasi sosial kemasyarakatan sebesar Rp2.700.000.000 dan telah direalisasikan sebesar Rp2.679.000.000. Diduga Bendahara PPKD merealisasikan belanja bantuan sosial ke dalam mata anggaran belanja hibah. Namun jika santunan kematian yang direalisasikan melalui Belanja Hibah direklasifikasi ke Belanja Bantuan Sosial-Organisasi Sosial Kemasyarakatan, realisasi akan melebihi anggarannya,"kata Pembina Komite Anti Korupsi (KAK) Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Lampung, Arifudin, Minggu 28 Juni 2020 di Kantornya, Bandarlampung.
Bahkan diduga kuat, ada lebih dari 21 penerima bansos bernilai puluhan juta yang terindikasi fiktif. Pola ini juga dimungkinkan mencontoh kasus bantuan sosial di Tahun 2013 dimana bendahara saat ini juga memegang kendlai saat itu.
Seperti diketahui, Pada TA 2013, satuan kerja pengelola keuangan daerah (SKPKD) telah menganggarkan belanja bantuan sosial (bansos) sebesar Rp7.500.000.000,00, dengan realisasi sebesar Rp3.938.500.000,00 atau 52,51%. Bansos adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif, yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
Seharusnya, Prosedur pemberian bansos dimulai dengan dilakukannya proses verifikasi proposal atau surat pengajuan bansos oleh anggota/kelompok masyarakat. Proposal yang telah disetujui oleh PPKD disampaikan kepada Bupati melalui nota dinas PPKD, yang berisi usulan nilai bantuan. Setelah proposal mendapat persetujuan dari Bupati, PPKD memroses pencairan bantuan tersebut melalui bendahara pengeluaran SKPKD. Pencairan bantuan yang bernilai di atas Rp5.000.000,00, menggunakan mekanisme SP2D-langsung (LS) dari rekening kas daerah ke rekening penerima. Sedangkan pencairan bantuan yang bernilai sama atau di bawah Rp5.000.000,00, dilakukan secara tunai dari Bendahara Pengeluaran SKPKD kepada penerima.
Hal ini bertentangan dengan Keputusan Bupati Nomor 900/29/III.09- WK/2013 tanggal 16 Januari 2013 tentang Rencana Pemberian Belanja Hibah dan Belanja Bansos TA 2013, menunjukkan bahwa keputusan tersebut belum mencantumkan daftar penerima dan besaran bansos secara lebih rinci.
"Kami berharap para pemangku kepentingan segera melakukan pulbuket dan puldata, ditindaklanjuti dengan langkah kurungan badan terhadap sejumlah pejabat pengelola dana hibah dan bansos di Kabupaten Way Kanan, dikawatirkan mereka menghilangkan barang bukti,"pungkas Arifudin mengakhhiri diskusi rilis beritanya, Minggu Lalu