Smart Village Agroforestry Solusi Program Rehabilitasi DAS dan Hutan Lindung
Oleh Singgih Andaluciano (Direktur Pinang Institute Lampung
KPHP Model Muara Dua memiliki tugas mengelola 2 (dua) Kawasan Hutan Produksi yaitu KHP Register 44 Sungai Muara Dua dan KHP Register 46 Way Hanakau. Secara administratif pemerintahan berada di 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Tulang Bawang Barat, dan Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. Luas wilayah KPHP Model Muara Dua Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.236/Menhut-II/2012 tanggal 10 Mei 2012 adalah ± 49.134 ha. Terbagi menjadi dua blok yaitu blok pemanfaatan dan blok pemberdayaan. Untuk memudahkan kendali pengelolaan, telah terbagi ke dalam 4 (empat) Resort Pengelolaan Hutan (RPH) yang ditentukan berdasarkan KHP (Register), wilayah berizin, dan wilayah administrasi.
Sementara, Visi pengelolaan KPHP Model Muara Dua hingga tahun 2023 adalah “Pengembalian Fungsi Hutan Produksi Pada Wilayah Kelola KPHP Muara Dua Berbasis Pemberdayaan Masyarakat”. Misi pengelolaan hutan meliputi (1) Memantapkan penataan kawasan KPHP Model Muara Dua; (2) Mengembangkan partisipasi dan kolaborasi para pihak dalam pengelolaan KPHP Model Muara Dua;
(3) Meningkatkan produksi sumber bahan baku kayu dan non kayu pada kawasan hutan produksi; (4) Mewujudkan pemanfaatan jasa lingkungan dan potensi konservasi keanekaragaman hayati.
Dan, Rencana Program Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHP Model Muara Dua meliputi (1) Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan Hutan; (2) Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu; (3) Pemberdayaan Masyarakat; (4) Pembinaan dan Pemantauan Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan pada Areal yang Berizin; (5) Rehabilitasi pada Areal Kerja di Luar Izin; (6) Pembinaan dan Pemantauan Rehabilitasi dan Reklamasi di dalam Areal yang Berizin; (7) Rencana Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam; (8) Rencana Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi Antar Pemegang Izin; (9) Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakeholder Terkait; (10) Rencana Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM; (11) Penyediaan Pendanaan; (12) Pengembangan Data Base; (13) Rencana Rasionalisasi Wilayah Kelola; (14) Review Rencana Pengelolaan; dan (15) Pengembangan Investasi.
Curup Indah Kelawas, Pekurun Barat Kabupaten Lampung Utara |
Smart Village Berbasis Agroforestry
MENINGKATNYA jumlah penduduk dan tetap bercokolnya kemiskinan di
kawasan pedesaan menimbulkan tekanan luar biasa terhadap penggunanaan lahan
pertanian. Perambahan hutan tak dapat
dihindari sehingga menimbulkan permasalahan serius berupa makin meluasnya lahan
kritis di berbagai tempat. Ancaman
terhadap kelestarian sumber daya hutan pun makin mencemaskan. Pelanggaran terjadi tanpa diimbangi upaya
sistematis meningkatkan daya dukung lingkungan secara terstruktur melalui
penanaman hutan kembali (reboisasi). Penanaman berbagai macam pohon dengan
dan/atau tanpa tanaman setahun/semusim pada lahan yang sama pun sudah sejak
lama dikenal di negeri ini, tetapi rehabilitasi lahan tetap saja tidak menarik
perhatian.
Secara generik, perlindungan hutan telah diatur Peraturan Pemerintah
28/1985 yang secara tegas menyebutkan larangan bagi masyarakat untuk memotong,
memindahkan, merusak, menduduki, mengerjakan kawasan hutan dan/atau
menghilangkan tapal batas hutan. Pelanggaran
terhadap ketentuan dimaksud dapat jatuhi
sanksi berat. Walaupun demikian,
pelanggaran tetap saja terjadi, selain fakta obyektif banyak orang kurang peduli terhadap fungsi
dan peran hutan sebagai paru-paru bumi yang menyeimbangkan sistem ekologi melalyui
fungsi hidroorologis. Konversi hutan
alam menjadi lahan pertanian juga telah disadari menimbulkan banyak masalah
seperti anjlognya nilai kesuburan tanah, mudahnya tanah tererosi, hancurnya
biodiversitas, banjir, kekeringan, dan bahkan perubahan lingkungan secara
global yang semuanya mematik malapetaka lingkungan.
Dari waktu ke waktu, permasalahan bertambah kompleks dan dilematis
sejalan meningkatnya areal hutan terkonversi menjadi kawasan budidaya tanpa
diimbangi perbaikan daya dukung lingkungan pada tingkatan memadai dan
terabaikannya norma-norma konservasi.
Agroforestri hadir sebagai kombinasi antara pemanfaatan hutan dengan
sifatnya menghasilkan kayu sekaligus
menghasilkan produk pertanian bernilai tambah lebih tinggi. Lapar lahan
khususnya masyarakat sekitar hutan teratasi setelah diberi kesempatan melakukan
kegiatan budidaya di kawasan hutan produksi.
Lokasi Kegiatan Penanaman Tanaman Hortikultura Program Rehabilitasi DAS dan Hutan Lindung Desa Pekurun Barat Lampung Utara |
Perpaduan Kegiatan
Pendekatan agroforestri mencakup bentuk pemanfaatan sumber daya lahan
melalui perpaduan kegiatan pengelolaan hutan (pohon dan kayu) dan pertanian dalam arti luas. Pertanian dimaksud bisa berupa kegiatan
budidaya tanaman untuk menghasilkan pangan, rempah, buah-buahan, dan tanaman
hias untuk jangka pendek. Bisa juga
peternakan. Sistem ditempuh umumnya budidaya lorong atau memanfaatkan sela-sela
di antara pohon untuk kegiaan budidaya tanaman dan/atau peternakan. Per definisi, agroforestri adalah bentuk
kegiatan secara sengaja untuk menumbuhkan dan mengelola pohon secara
bersama-sama dengan tanaman pertanian dan/atau makanan ternak dalam satu sistem
bertujuan menjadi berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi baik dengan
pengaturan ruang bersama atau campuran di tempat dan saat yang sama maupun
secara berurutan dari waktu ke waktu.
Pada dasarnya agroforestri terdiri dari 3 komponen pokok : kehutanan,
pertanian, dan peternakan, masing-masing
dapat berdiri sendiri sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan atau gabungan
di antaranya. Khusus untuk gabungan di antara ketiga komponen dapat menghasilkan beberapa kemungkinan bentuk
kombinasi : (1) kehutanan seperti pepohonan, perdu, palm, bambu, dan
lain-lain dengan pertanian
(agrisilvikultur) ; (2) pertanian dan peternakan (agropastura) ; (3) kehutanan dan peternakan (silvopastura) ; dan
(4) pertanian dengan kehutanan dan peternakan
(agrosilvopastura).
Professor Yuyun Yuwariah dari Universitas Padjadjaran menyebutkan,
sinergi antara tanaman budidaya dan spesies berkayu dapat diharapkan khususnya
ketika fungsi protektif dan reproduktif spesies berkayu dengan efek positif pada
pertumbuhan tanaman budidaya dikombinasikan dengan satu atau lebih produk
berguna. Perbaikan iklim mikro dan
pengendalian erosi dengan penahan angin dapat menghasilkan produksi per satuan
luas lebih tinggi (mungkin mengkompensasikan hilangnya hasil panen pada
bagian-bagian lahan yang ditempati pohon), ditambah produksi kayu, pakan
ternak, obat-obatan dari tumbuhan, daging satwa liar, dan lain-lain. Pagar hidup yang menyerap
unsur hara dari lapisan tanah lebih dalam, mengikat nitrogen dan mengendalikan
erosi, dapat menstimulasi capaian produksi lebih tinggi dan berkelanjutan,
ditambah dengan kayu dan pakan ternak.
Walaupun demikian, tidak semua produk dan fungsi dapat dikombinasikan
pada satu lahan dan satu spesies. Beberapa spesies menghasilkan berbagai produk
atau memenuhi beberapa fungsi (spesies multifungsi), tetapi secara umum
kombinasi spesies berkayu harus dicari untuk mendapatkan produk utama.
Setiap spesies memiliki ciri dan manfaat khusus dan memerlukan kondisi
ekologi spesifik. Kondisi pertumbuhan dapat menjadi sedemikian rupa sehingga
tidak bisa dihasilkan fungsi-fungsi tertentu. Misal di zona agak kering,
pengikatan nitrogen oleh spesies berkayu leguminosa jelas sangat rendah dan
akar berkembang secara horizontal hanya pada lapisan tipis permukaan tanah yang
mendapatkan air hujan. Karena itu, fungsi spesies berkayu dalam meningkatkan
kesuburan tanah pada zona agak kering mungkin lebih sedikit dibanding zona
lebih lembab.
Kesesuaian Pola
Kelebihan agroforestri antara lain, dengan modal dan biaya tenaga kerja
relatif rendah mampu mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan
melalui siklus hara dan konservasi
tanah, selain meningkatkan nilai out put areal tertentu melalui penanaman
campuran pohon dan spesies lainnya berdasarkan ruang atau urutan waktu. Diversifikasi out put bertujuan sekaligus
meneningkatkan swasembada dan mengurangi hilangnya pendapatan akibat pengaruh
anomali iklim, efek biologis, dan pasar pada suatu jenis tanaman tertentu.
Sedangkan kekurangannya, antara lain pengurangan hasil tanaman pokok
akibat tanaman pokok kehutanan dipaksa berkompetisi secara ketat dalam pengunaan lahan. Kehadiran pohon dipastikan
menekan hasil tanaman pertanian akibat tajuk yang menaungi, persaingan akar,
kompetisi unsur hara, radiasi matahari,
air, dan interaksi
alelopati. Sejunlah pohon merintangi tanaman pertanian sejenis
berakibat rendahnya hasil tanaman.
Penerapan mekanisasi dalam kerangka antisipasi terhadap kelangkaan
tenaga kerja di kawasan pedesaan mungkin tidak bisa secara leluasa dilakukan
sehingga praktis menghambat kemajuan sistem pertanian modern. Pada sejumlah
tempat dimana musim tanam sangat
terbatas, misalnya pada kondisi arid dan semi arid, permintaan tenaga kerja
untuk produksi pertanian dapat menggagalkan penanaman pohon. Periode produksi pohon yang relatif panjang
menunda diperolehnya pendapatan lain di luar batas kemampuan petani miskin.
Melihat kelebihan dan kekurangan sistem agroforestri di atas dapat
menjadikan kita lebih teliti ketika harus memutuskan pola sistem yang secara
proporsional dapat meningkatkan kelebihan sekaligus mereduksi kekurangan
seminimal mungkin. Kombinasi di antara komponen kehutanan dan pertanian yang
secara sinergis memberikan keuntungan optimal dipilih dalam konteks peningkatan
keunggulan kompetitif wilayah berdampak meningkatnya kesejahteraan perani
melalui penerapan pola tanam sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.
Agroforestri dipandang salah satu pendekatan sangat relevan terkait
persoalan pengelolaan hutan di kawasan padat penduduk yang memerlkukan lahan
untuk menopang basis ketersediaan pangan dan sumber pendapatan keluarga lain.
Aplikasinya melalui berbagai komposisi jenis tanaman dan keterlibatan komunitas
lokal menjadi pendekatan terintegrasi layak disimak. Prinsip yang melandasi
semangat ini berangkat dari pemahaman bahwa pengelolaan hutan sampai tingkat
tapak atau Kesatuan Pengelolaan Hutan merupakan sistem yang lebih menjamin
terwujudnya kelestarian fungsi dan manfaat hutan, baik dari aspek ekonomi,
ekologi maupun sosial. Logis dan beralasan
kalau selain penataan kawasan juga diperlukan program yang dapat merajut
kemitraan (partnership) dengan komunitas lokal melalui sistem pengelolaan hutan
bersama dan berkelanjutan.