• Latest News

    Jumat, 26 Juni 2020

    Smart Village Agroforestry Solusi Program Rehabilitasi DAS dan Hutan Lindung di KPHP Muara Dua



    Smart Village Agroforestry Solusi Program Rehabilitasi DAS dan Hutan Lindung
    Oleh Singgih Andaluciano (Direktur Pinang Institute Lampung

    KPHP Model Muara Dua memiliki tugas mengelola 2 (dua) Kawasan Hutan Produksi yaitu KHP Register 44 Sungai Muara Dua dan KHP Register 46 Way Hanakau. Secara administratif pemerintahan berada di 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Tulang Bawang Barat, dan Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. Luas wilayah KPHP Model Muara Dua Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.236/Menhut-II/2012 tanggal 10 Mei 2012 adalah ± 49.134 ha. Terbagi menjadi dua blok yaitu blok pemanfaatan dan blok pemberdayaan. Untuk memudahkan kendali pengelolaan, telah terbagi ke dalam 4 (empat) Resort Pengelolaan Hutan (RPH) yang ditentukan berdasarkan KHP (Register), wilayah berizin, dan wilayah administrasi.


    Sementara, Visi pengelolaan KPHP Model Muara Dua hingga tahun 2023 adalah “Pengembalian Fungsi Hutan Produksi Pada Wilayah Kelola KPHP Muara Dua Berbasis Pemberdayaan Masyarakat”. Misi pengelolaan hutan meliputi (1) Memantapkan penataan kawasan KPHP Model Muara Dua; (2) Mengembangkan partisipasi dan kolaborasi para pihak dalam pengelolaan KPHP Model Muara Dua;
    (3) Meningkatkan produksi sumber bahan baku kayu dan non kayu pada kawasan hutan produksi; (4) Mewujudkan pemanfaatan jasa lingkungan dan potensi konservasi keanekaragaman hayati.

    Dan, Rencana Program Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHP Model Muara Dua meliputi (1) Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan Hutan; (2) Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu; (3) Pemberdayaan Masyarakat; (4) Pembinaan dan Pemantauan Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan pada Areal yang Berizin; (5) Rehabilitasi pada Areal Kerja di Luar Izin; (6) Pembinaan dan Pemantauan Rehabilitasi dan Reklamasi di dalam Areal yang Berizin; (7) Rencana Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam; (8) Rencana Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi Antar Pemegang Izin; (9) Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakeholder Terkait; (10) Rencana Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM; (11) Penyediaan Pendanaan; (12) Pengembangan Data Base; (13) Rencana Rasionalisasi Wilayah Kelola; (14) Review Rencana Pengelolaan; dan (15) Pengembangan Investasi.

    Curup Indah Kelawas, Pekurun Barat
    Kabupaten Lampung Utara

    Smart Village Berbasis Agroforestry

    MENINGKATNYA jumlah penduduk dan tetap bercokolnya kemiskinan di kawasan pedesaan menimbulkan tekanan luar biasa terhadap penggunanaan lahan pertanian.  Perambahan hutan tak dapat dihindari sehingga menimbulkan permasalahan serius berupa makin meluasnya lahan kritis di berbagai tempat.  Ancaman terhadap kelestarian sumber daya hutan pun makin mencemaskan.  Pelanggaran terjadi tanpa diimbangi upaya sistematis meningkatkan daya dukung lingkungan secara terstruktur melalui penanaman hutan kembali (reboisasi). Penanaman berbagai macam pohon dengan dan/atau tanpa tanaman setahun/semusim pada lahan yang sama pun sudah sejak lama dikenal di negeri ini, tetapi rehabilitasi lahan tetap saja tidak menarik perhatian.

    Secara generik, perlindungan hutan telah diatur Peraturan Pemerintah 28/1985 yang secara tegas menyebutkan larangan bagi masyarakat untuk memotong, memindahkan, merusak, menduduki, mengerjakan kawasan hutan dan/atau menghilangkan tapal batas hutan.  Pelanggaran terhadap  ketentuan dimaksud dapat jatuhi sanksi berat.  Walaupun demikian, pelanggaran tetap saja terjadi, selain fakta obyektif  banyak orang kurang peduli terhadap fungsi dan peran hutan sebagai paru-paru bumi yang menyeimbangkan sistem ekologi melalyui fungsi hidroorologis.  Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian juga telah disadari menimbulkan banyak masalah seperti anjlognya nilai kesuburan tanah, mudahnya tanah tererosi, hancurnya biodiversitas, banjir, kekeringan, dan bahkan perubahan lingkungan secara global yang semuanya mematik malapetaka lingkungan.

    Dari waktu ke waktu, permasalahan bertambah kompleks dan dilematis sejalan meningkatnya areal hutan terkonversi menjadi kawasan budidaya tanpa diimbangi perbaikan daya dukung lingkungan pada tingkatan memadai dan terabaikannya norma-norma konservasi.  Agroforestri hadir sebagai kombinasi antara pemanfaatan hutan dengan sifatnya  menghasilkan kayu sekaligus menghasilkan produk pertanian bernilai tambah lebih tinggi. Lapar lahan khususnya masyarakat sekitar hutan teratasi setelah diberi kesempatan melakukan kegiatan budidaya di kawasan hutan produksi.
    Lokasi Kegiatan Penanaman Tanaman Hortikultura 
    Program Rehabilitasi DAS dan Hutan Lindung
    Desa Pekurun Barat Lampung Utara
     Perpaduan Kegiatan

    Pendekatan agroforestri mencakup bentuk pemanfaatan sumber daya lahan melalui perpaduan kegiatan pengelolaan hutan (pohon dan kayu)  dan pertanian dalam arti luas.  Pertanian dimaksud bisa berupa kegiatan budidaya tanaman untuk menghasilkan pangan, rempah, buah-buahan, dan tanaman hias untuk jangka pendek.  Bisa juga peternakan. Sistem ditempuh umumnya budidaya lorong atau memanfaatkan sela-sela di antara pohon untuk kegiaan budidaya tanaman dan/atau peternakan.  Per definisi, agroforestri adalah bentuk kegiatan secara sengaja untuk menumbuhkan dan mengelola pohon secara bersama-sama dengan tanaman pertanian dan/atau makanan ternak dalam satu sistem bertujuan menjadi berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi baik dengan pengaturan ruang bersama atau campuran di tempat dan saat yang sama maupun secara berurutan dari waktu ke waktu.

    Pada dasarnya agroforestri terdiri dari 3 komponen pokok : kehutanan, pertanian,  dan peternakan, masing-masing dapat berdiri sendiri sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan atau gabungan di antaranya. Khusus untuk gabungan di antara ketiga komponen  dapat menghasilkan beberapa kemungkinan bentuk kombinasi : (1) kehutanan seperti pepohonan, perdu, palm, bambu, dan lain-lain  dengan pertanian (agrisilvikultur) ; (2) pertanian dan peternakan (agropastura) ; (3)  kehutanan dan peternakan (silvopastura) ; dan (4)  pertanian dengan kehutanan dan peternakan (agrosilvopastura).

    Professor Yuyun Yuwariah dari Universitas Padjadjaran menyebutkan, sinergi antara tanaman budidaya dan spesies berkayu dapat diharapkan khususnya ketika fungsi protektif dan reproduktif spesies berkayu dengan efek positif pada pertumbuhan tanaman budidaya dikombinasikan dengan satu atau lebih produk berguna.  Perbaikan iklim mikro dan pengendalian erosi dengan penahan angin dapat menghasilkan produksi per satuan luas lebih tinggi (mungkin mengkompensasikan hilangnya hasil panen pada bagian-bagian lahan yang ditempati pohon), ditambah produksi kayu, pakan ternak, obat-obatan dari tumbuhan, daging satwa liar,  dan lain-lain. Pagar hidup yang menyerap unsur hara dari lapisan tanah lebih dalam, mengikat nitrogen dan mengendalikan erosi, dapat menstimulasi capaian produksi lebih tinggi dan berkelanjutan, ditambah dengan kayu dan pakan ternak.

    Walaupun demikian, tidak semua produk dan fungsi dapat dikombinasikan pada satu lahan dan satu spesies. Beberapa spesies menghasilkan berbagai produk atau memenuhi beberapa fungsi (spesies multifungsi), tetapi secara umum kombinasi spesies berkayu harus dicari untuk mendapatkan  produk utama.  Setiap spesies memiliki ciri dan manfaat khusus dan memerlukan kondisi ekologi spesifik. Kondisi pertumbuhan dapat menjadi sedemikian rupa sehingga tidak bisa dihasilkan fungsi-fungsi tertentu. Misal di zona agak kering, pengikatan nitrogen oleh spesies berkayu leguminosa jelas sangat rendah dan akar berkembang secara horizontal hanya pada lapisan tipis permukaan tanah yang mendapatkan air hujan. Karena itu, fungsi spesies berkayu dalam meningkatkan kesuburan tanah pada zona agak kering mungkin lebih sedikit dibanding zona lebih lembab.

    Kesesuaian Pola

    Kelebihan agroforestri antara lain, dengan modal dan biaya tenaga kerja relatif rendah mampu mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan melalui siklus  hara dan konservasi tanah, selain meningkatkan nilai out put areal tertentu melalui penanaman campuran pohon dan spesies lainnya berdasarkan ruang atau urutan waktu.   Diversifikasi out put bertujuan sekaligus meneningkatkan swasembada dan mengurangi hilangnya pendapatan akibat pengaruh anomali iklim, efek biologis, dan pasar pada suatu jenis tanaman tertentu.

    Sedangkan kekurangannya, antara lain pengurangan hasil tanaman pokok akibat tanaman pokok kehutanan dipaksa berkompetisi secara ketat dalam  pengunaan lahan. Kehadiran pohon dipastikan menekan hasil tanaman pertanian akibat tajuk yang menaungi, persaingan akar, kompetisi unsur hara, radiasi matahari,  air,  dan interaksi alelopati.  Sejunlah pohon  merintangi tanaman pertanian sejenis berakibat rendahnya hasil tanaman.  Penerapan mekanisasi dalam kerangka antisipasi terhadap kelangkaan tenaga kerja di kawasan pedesaan mungkin tidak bisa secara leluasa dilakukan sehingga praktis menghambat kemajuan sistem pertanian modern. Pada sejumlah tempat  dimana musim tanam sangat terbatas, misalnya pada kondisi arid dan semi arid, permintaan tenaga kerja untuk produksi pertanian dapat menggagalkan penanaman pohon.  Periode produksi pohon yang relatif panjang menunda diperolehnya pendapatan lain di luar batas kemampuan petani miskin.

    Melihat kelebihan dan kekurangan sistem agroforestri di atas dapat menjadikan kita lebih teliti ketika harus memutuskan pola sistem yang secara proporsional dapat meningkatkan kelebihan sekaligus mereduksi kekurangan seminimal mungkin. Kombinasi di antara komponen kehutanan dan pertanian yang secara sinergis memberikan keuntungan optimal dipilih dalam konteks peningkatan keunggulan kompetitif wilayah berdampak meningkatnya kesejahteraan perani melalui penerapan pola tanam sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

    Agroforestri dipandang salah satu pendekatan sangat relevan terkait persoalan pengelolaan hutan di kawasan padat penduduk yang memerlkukan lahan untuk menopang basis ketersediaan pangan dan sumber pendapatan keluarga lain. Aplikasinya melalui berbagai komposisi jenis tanaman dan keterlibatan komunitas lokal menjadi pendekatan terintegrasi layak disimak. Prinsip yang melandasi semangat ini berangkat dari pemahaman bahwa pengelolaan hutan sampai tingkat tapak atau Kesatuan Pengelolaan Hutan merupakan sistem yang lebih menjamin terwujudnya kelestarian fungsi dan manfaat hutan, baik dari aspek ekonomi, ekologi maupun sosial. Logis dan beralasan  kalau selain penataan kawasan juga diperlukan program yang dapat merajut kemitraan (partnership) dengan komunitas lokal melalui sistem pengelolaan hutan bersama dan berkelanjutan.

    • Netizen Comments
    • Facebook Comments
    Item Reviewed: Smart Village Agroforestry Solusi Program Rehabilitasi DAS dan Hutan Lindung di KPHP Muara Dua Rating: 5 Reviewed By: harian andalas post
    Scroll to Top