BANDARLAMPUNG (ANDPOST) - Kinerja Sekretariat Daerah Kabupaten Tanggamus mendapat sorotan tajam Aliansi Rakyat untuk Keadilan yang merupakan gabungan elemen ELSAM, Laskar Bendera, PPLK terkait implementasi anggaran belanja pembangunan atas pengadaan barang dan jasa tahun 2019 sekitar Rp13,5 miliar lebih.
"Kami mengindikasikasikan adanya KKN dan dugaan tindak penyalahgunaan wewenang di pengadaan barang dan jasa tahun 2019. Kami menuntut dan mendesak pemanggu kepentingan memberikan perhatian khusus untuk pulbuket dan lidik. Minggu lusa kami akan demo di Kantor Kejati Lampung,"kata Andre Wahyudi, Jurubicara Aliansi Ratu Adil dalam rilis kepada harianandalaspost, Kamis 23 Oktober 2019.
Andre membeberkan sangat urgennya dikaji urai terkait pengadaan barang dan jasa tahun 2019, diantaranya Pengadaan Kendaraan Roda 4 (Empat) Perorangan untuk Kapolres Dandim dan Kajari1.725.000.000; Pengadaan Kendaraan Roda 2 (Dua) Jenis Trail untuk Patroli Polres Tanggamus 240.000.000; Pengadaan Bus Sekretariat DPRD 900.000.000; Pengadaan Mobil Pelayanan e KTP Keliling 700.000.000;pengadaan Mobil Pelayanan PAUD/TPA Keliling 743.000.000; Pengadaan Kendaraan Bermotor Roda dua untuk Bagian Umum 150.000.000; Pengadaan Kendaraan Dinas Roda dua untuk Dinas Komunikasi dan Informatika dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah 100.020.000;Kendaraan Operasional untuk peliputan Humas KDH/WKDH dan Forkopimda 99.000.000; Pengadaan Sepeda Motor Roda 3 Pengangkut Sampah 250.000.000; Pengadaan Mobil Patroli Sampah 440.000.000; Pengadaan Truck Sampah Armroll 480.000.000; Pengadaan Pompa Air (Alkon) untuk Penyedot Banjir 45.000.000
Andre membeberkan sangat urgennya dikaji urai terkait pengadaan barang dan jasa tahun 2019, diantaranya Pengadaan Kendaraan Roda 4 (Empat) Perorangan untuk Kapolres Dandim dan Kajari1.725.000.000; Pengadaan Kendaraan Roda 2 (Dua) Jenis Trail untuk Patroli Polres Tanggamus 240.000.000; Pengadaan Bus Sekretariat DPRD 900.000.000; Pengadaan Mobil Pelayanan e KTP Keliling 700.000.000;pengadaan Mobil Pelayanan PAUD/TPA Keliling 743.000.000; Pengadaan Kendaraan Bermotor Roda dua untuk Bagian Umum 150.000.000; Pengadaan Kendaraan Dinas Roda dua untuk Dinas Komunikasi dan Informatika dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah 100.020.000;Kendaraan Operasional untuk peliputan Humas KDH/WKDH dan Forkopimda 99.000.000; Pengadaan Sepeda Motor Roda 3 Pengangkut Sampah 250.000.000; Pengadaan Mobil Patroli Sampah 440.000.000; Pengadaan Truck Sampah Armroll 480.000.000; Pengadaan Pompa Air (Alkon) untuk Penyedot Banjir 45.000.000
Pengadaan Kontainer Sampah 80.000.000; Pengadaan Kursi Ruang Rapat Utama 120.000.000; Pengadaan Notebook Untuk Setdakab 60.400.000; Pengadaan Deskbook Untuk Setdakab 50.800.000; Pengadaan Printer All In One untuk Setdakab 36.200.000; Pengadaan UPS/Stabilizer untuk CCTV 45.000.000 Pengadaan Lemari Hias Ruang Tamu dan Keluarga Rumah Dinas Bupati 140.000.000; Pengadaan Ornamen dan Penghias Ruangan 120.000.000; Pengadaan Kursi Tamu Rumah Dinas Bupati 160.000.000; Pengadaan Lemari Hias Ruang Tamu dan Keluarga Rumah Dinas Wakil Bupati 80.000.000; Pengadaan Ornamen dan Penghias Ruangan Rumah Dinas Wakil Bupati 52.140.000; Pengadaan Kursi Tamu Rumah Dinas Wakil Bupati 120.000.000; Jasa Konsultasi Pengawasan Penataan Ruang Lobby Kantor Bupati 15.000.000; Pengadaan Mesin Faksimile dan Mesin Fotocopy untuk resepsionis 24.500.000; Pengadaan Wallpaper 100.000.000; Pengadaan Sofa Ruang Lobby 74.000.000
Lebih lanjut, andre mnuturkan terkait tindak pidana penyalahgunaan wewenang jabatan ini, dimuat dalam pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001, “Bahwa setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama dua puluh tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.”
"Penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan;
Penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya;Penyalahgunaan kewenangan dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana,"Kata Andre Wahyudi, Kordinator Advokasi ELSAM,Kamis 23 Oktober 2019
Dasar pengujian ada atau tidaknya penyalahgunaan ini adalah peraturan dasar (legalitas) sebagai hukum positif tertulis yang melatar belakangi ada atau tidaknya kewenangan saat mengeluarkan suatu keputusan, artinya ukuran atau kriteria ada atau tidaknya unsur “menyalahgunakan kewenangan” haruslah berpijak pada peraturan dasar mengenai tugas, kedudukan, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja.
Penyalahgunaan kewenangan yang diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 bukanlah satu-satunya bentuk penyalahgunaan kewenangan. Selain penyalahgunaan kewenangan dalam Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tersebut, terdapat tiga bentuk penyalahgunaan lainnya yaitu tindak pidana penyuapan kepada aparatur negara, tindak pidana gratifikasi kepada aparatur negara dan tindak pidana pemerasan oleh pejabat/aparatur negara. Ketiga bentuk tindak pidana korupsi tersebut masing-masing diatur dalam pasal tersendiri dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001.
Untuk tindak pidana korupsi suap ini, diatur dalam Pasal 5 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah), baik terhadap pemberi suap maupun terhadap penerima suap.
Gratifikasi diatur dalam Pasal 12B, Gratifikasi yang nilainya Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi, sedangkan yang nilainya kurang dari Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut dilakukan oleh penuntut umum.
Ancaman pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
"Upaya dari pemerintah untuk memerangi korupsi dan dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi, Presiden melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2004, telah menginstruksian kepada para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu agar melakukan langkah dan program kongkrit percepatan pemberantasan korupsi; Kemudian Inpres Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi;
Terakhir Inpres No 2 Tahun 2014 tanggal 21 Maret 2014 tentang Aksi Penceghan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014. Semakin gencar upaya pemerintah untuk memberantas Korupsi ini, tetapi kenyataannya korupsi bukan berkurang, Korupsi makin menggeliat untuk meningkat. Bahkan realitas korupsi telah dilakukan oleh orang-orang yang berasal dari “Lintas Kekuasaan,"pungkas Andre Wahtudi kepada redaksi harian andalaspost, Kamis 23 Oktober 2019. (Rls)